Selalu
optimis adalah bagian dari jawaban, selalu pesimis selalu bagian dari
persoalan. »NN«
1 Raja-raja 17:8-10a "Maka datanglah firman TUHAN kepada
Elia: "Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan
diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk
memberi engkau makan." Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat.
Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda
sedang mengumpulkan kayu api."
Ketika kita takut setengah mati dan galau, ketika kita tak tahu
kemana harus pergi, ketika kita tak tahu berapa lama lagi ini berlangsung, dan
tak tahu apa yang akan terjadi, apa yang harus kita lakukan?
Allah
menyuruh Elia berjalan lebih dari 100 kilometer di masa kekeringan, melewati
wilayah berbahaya, dimana semua orang tahu siapa dia, dan semua orang tahu Raja
Ahab menginginkannya dengan menghadiahi siapa pun yang bisa menangkapnya.
Ketika Elia akhirnya berhasil sampai ke Sarfat, ia bertemu
dengan seorang janda miskin yang diperintahkan Allah untuk memberinya makan,
tapi bagaimana bisa janda miskin itu membela dan melindunginya dari sebuah kota
yang menyembah berhala yang dipenuhi dengan orang-orang yang tak ragu
membunuhnya?
Elia tidak pesimis dan berkata, "Tuhan, ada tiga hal yang
salah dengan rencana ini. Satu, Engkau mengirimku ke arah yang salah. Dua,
Engkau mengirimku ke tempat yang salah. Dan tiga, Engkau mengirimku ke orang
yang salah."
Tapi, Elia optimis untuk tetap mematuhi perintah-Nya, mungkin
saja saat ini kita tengah berada di satu titik kritis dalam hidup dimana
finansial, emosi, hubungan, atau kesehatan sangat mencemaskan.
Sama seperti Elia, Allah ingin kita taat dan tetap optimis agar
kita bisa melihat mujizat-Nya di ujung jalan itu.